Menjaga Anak dari Bahaya ‘Ain
Penulis: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.
Muroja’ah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.
Kenikmatan adalah hal yang didambakan setiap orang. Dan setiap kenikmatan
juga dapat sekaligus menjadi ujian bagi seseorang. Salah satu kenikmatan yang
dikaruniakan oleh Allah bagi sepasang insan adalah hadirnya sang buah hati
dalam kehidupan. Ketika telah lahir, maka fisiknya yang lucu mengundang orang
untuk memandang, memanjakan, menyentuhnya. Dan ketika tumbuh beranjak menjadi
sosok kanak-kanak, tetap tingkah lakunya banyak mengundang perhatian orang.
Dengan sebab ini, maka perlulah kita ketahui sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Setiap yang memiliki kenikmatan pasti ada yang iri
(dengki).” (Shahihul Jami’ 223. Lihat majalah Al Furqon). Perlu
menjadi perhatian bagi orang tua bahwa dalam syari’at Islam telah dijelaskan
adanya bahaya ‘ain (pandangan mata) terutama bagi anak-anak. Pandangan mata
yang berbahaya ini dapat muncul dengan sebab kedengkian orang yang memandang
atau karena kekaguman.
Bahaya ‘Ain
Ibnu Qoyyim rohimahullah dalam kitab Tafsir Surat Muawwadzatain
berkata, “Bahaya dari pandangan mata dapat terjadi ketika seseorang yang
berhadapan langsung dengan sasarannya. Sasaran tukang pandang terkadang bisa
mengenai sesuatu yang tidak patut didengki, seperti benda, hewan, tanaman, dan
harta. Dan terkadang pandangan matanya dapat mengenai sasaran hanya dengan
pandangan yang tajam dan pandangan kekaguman.” Pengaruh dari bahaya pandangan
mata pun hampir mengenai Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam
sebagaimana firman-Nya,
وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا
سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu
dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar al Qur’an dan mereka
mengatakan ‘Sesungguhnya dia (Muhammad) benar-benar gila.” (Al Qalam [68]: 51)
Terdapat pula hadits dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
العين حقُُّ ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
“Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa
mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya.” (HR. Muslim)
Subhanallah, lihatlah bagaimana bahaya ‘ain telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As
Sunnah. Dan terdapat pula contoh-contoh pengaruh buruk ‘ain yang terjadi pada
masa sahabat. Salah satunya adalah yang terjadi ada Sahl bin Hunaif yang
terkena ‘ain bukan karena rasa dengki namun karena rasa takjub. Sebagaimana
dalam hadits,
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif menyebutkan bahwa Amir bin Rabi’ah
pernah melihat Sahl bin Hunaif mandi lalu berkatalah Amir, “Demi Allah, Aku
tidak pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini, dan tidak pernah kulihat
kulit yang tersimpan sebagus ini.” Berkata Abu Umamamh, “Maka terpelantinglah
Sahl.” Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Amir. Dengan
marah beliau berkata, “Atas dasar apa kalian mau membunuh saudaranya? Mengapa
engkau tidak memohonkan keberkahan (kepada yang kau lihat)? Mandilah untuknya!”
Maksudnya Nabi menyuruh Amir berwudhu kemudian diambil bekas air wudhunya untuk
disiramkan kepada Sahl dan ini adalah salah satu cara pengobatan orang yang
tertimpa ‘ain bila diketahui pelaku ‘ain tersebut (*). Maka Amir mandi dengan
menggunakan satu wadah air. Dia mencuci wajah, kedua tangan, kedua siku, kedua
lutut, ujung-ujung kakinya dan bagian dalam sarungnya. Kemudian air bekas
mandinya itu dituangkan kepada Sahl, lantas dia sadar dan berlalulah bersama
manusia.” (HR. Malik dalam al Muwaththa 2/938, Ibnu Majah 3509, dishahihkan
oleh Ibnu Hibban 1424. sanadnya shahih, para perawinya terpercaya, lihat Zaadul
Ma’ad tahqiq Syu’aib al Arnauth dan Abdul Qadir al Arnauth 4/150 cet tahun
1424 H. Lihat majalah Al Furqon).
(*) Kata mandi yang ada di sini maksudnya adalah berwudhu sebagaimana
disebutkan Imam Malik dalam kitab Al Muwattho. Wallahu a’lam.
Tanda-Tanda Terkena ‘Ain
Tanda-tanda anak yang terkena ‘ain di antaranya adalah menangis secara
tidak wajar (bukan karena lapar, sakit atau mengompol), kejang-kejang tanpa
sebab yang jelas, tidak mau menyusu pada ibunya tanpa sebab, atau kondisi tubuh
sang anak kurus kering dan tanda-tanda yang tidak wajar lainnya.
Sebagaimana dalam hadits dari Amrah dari ‘Aisyah radhiallahu’anha,
ia berkata, “Pada suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk
rumah. Tiba-tiba beliau mendengar anak kecil menangis, lalu Beliau berkata,
ما لِصبيِّكم هذا يبكي قهلاََ استرقيتم له من العين
“Kenapa anak kecilmu ini menangis? Tidakkah kamu mencari orang yang bisa
mengobati dia dari penyakit ‘ain?” (HR. Ahmad, Baqi Musnadil Anshar.
33304).
Begitu pula hadits Jabir radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepada Asma’ binti Umais, “Mengapa aku lihat
badan anak-anak saudaraku ini kurus kering? Apakah mereka kelaparan?” Asma
menjawab, “Tidak, akan tetapi mereka tertimpa ‘ain”. Beliau berkata, “Kalau
begitu bacakan ruqyah bagi mereka!” (HR. Muslim, Ahmad dan Baihaqi)
Berlindung dari Bahaya ‘Ain
Sesungguhnya syari’at Islam adalah sempurna. Setiap hal yang mendatangkan
bahaya bagi umatnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu
telah menjelaskan tentang perkara tersebut dan cara-cara mengantisipasinya.
Begitu pula dengan bahaya ‘ain ini.
1. Bagi Seseorang yang Memungkinkan Memberi Pengaruh ‘Ain
Berdasarkan hadits Abu Umamah di atas maka hendaknya seseorang yang
mengagumi sesuatu dari saudaranya maka yang baik adalah mendoakan keberkahan
baginya. Dan berdasarkan surat Al Kahfi ayat 39, maka ketika takjub akan
sesuatu kita juga dapat mengucapkan doa:
مَا شَآءَ اللهُ لاَ قُوَّةَ إلاَّ بِا للهِ
Artinya:
“Sungguh atas kehendak Allah-lah semua ini terwujud.”
2. Bagi yang Memungkinkan Terkena ‘Ain
Sesungguhnya ‘ain terjadi karena ada pandangan. Maka hendaknya orang tua
tidak berlebihan dalam membanggakan anaknya karena dapat menimbulkan dengki
ataupun kekaguman pada yang mendengar dan kemudian memandang sang anak. Adapun
jika memang kenikmatan itu adalah sesuatu yang memang telah nampak baik dari
kepintaran sang anak, fisiknya yang masya Allah, maka hendaknya orang
tua mendoakan dengan doa-doa, dzikir dan ta’awudz yang telah diajarkan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah surat muawadzatain (surat
Annas dan al-Falaq). Ada pula do’a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan untuk Hasan dan Husain, yaitu:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانِِ وَ هَامَّةِِ
وَ مِنْ كُلِّ عَيْنِِ لامَّةِِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari
godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh ‘ain yang buruk.” (HR. Bukhari dalam
kitab Ahaditsul Anbiya’: 3120)
Atau dengan doa,
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari
kejahatan makhluk-Nya.” (HR. Muslim 6818).
Kemudian, terdapat pula do’a yang dibacakan oleh malaikat Jibril alaihissalam
ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat gangguan setan,
yaitu:
بِسْمِ اللهِ أرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءِِ يُؤْذِيْكََ مِن شَرِّ كُلِّ
نَفْسِِ وَ عَيْنِ حَاسِدِِ اللهُ يَشْفِيكَ
“Dengan menyebut nama Allah, aku membacakan ruqyah untukmu dari segala
sesuatu yang menganggumu dari kejahatan setiap jiwa dan pengaruh ‘ain. Semoga
Allah menyembuhkanmu.”
Dan terdapat do’a-do’a lain yang dapat dibacakan kepada sang anak untuk
menjaganya dari bahaya ‘ain ataupun menyembuhkannya ketika telah terkena ‘ain.
(lihat Hisnul Muslim oleh DR. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani atau Ad
Du’a min Al Kitab wa As Sunnah yang telah diterjemahkan dengan judul Doa-doa
Dan Ruqyah dari Al-Qur’an dan Sunnah oleh DR. Sa’id bin Ali bin Wahf Al
Qahthani)
Kesalahan-Kesalahan Dalam Penjagaan dari Bahaya ‘Ain atau Sejenisnya
Memang bayi sangat rentan baik dari bahaya ‘ain ataupun gangguan setan
lainnya. Terdapat beberapa kesalahan yang biasa terjadi dalam menjaga anak dari
gangguan tersebut karena tidak berdasarkan pada nash syari’at. Diantara
kesalahan-kesalahan tersebut adalah:
- Menaruh gunting di bawah bantal sang bayi dengan keyakinan itu akan menjaganya. Sungguh ini termasuk kesyirikan karena menggantungkan sesuatu pada yang tidak dapat memberi manfaat atau menolak bahaya.
- Mengalungkan anak dengan ajimat, mantra dan sebagainya. Ini juga termasuk perbuatan syirik dan hanya akan melemahkan sang anak dan orang tua karena berlindung pada sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perlulah kita selalu mengingat, bahwa sekalipun kita mengetahui bahaya ‘ain
memiliki pengaruh sangat besar dan berbahaya, namun tidaklah semua dapat
terjadi kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita sebagai orang
Islam tidaklah berlebihan dalam segala sesuatu. Termasuk dalam masalah ‘ain ini,
maka seseorang tidak boleh berlebihan dengan menganggap semua kejadian buruk
berasal dari ‘ain, dan juga tidak boleh seseorang menganggap remeh dengan tidak
mempercayai adanya pengaruh ‘ain sama sekali dengan menganggapnya tidak masuk
akal. Ini termasuk pengingkaran terhadap hadits-hadits shahih Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam. Sikap yang terbaik bagi seorang muslim adalah berada di
pertengahan, yaitu mempercayai pengaruh buruk ‘ain dengan tidak berlebihan
sesuai dengan apa yang dikhabarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Wallahu a’lam.
Update per tanggal 22 Januari 2012, Penulis mendapatkan faedah baru tentang
mendoakan keberkahan agar orang lain tidak terkena ‘ain. Silakan baca
selengkapnya di sini.
Maraji’:
- Majalah Al Furqon edisi 4 Tahun V/Dzulqo’dah 1426.
- Doa-Doa dan Ruqyah dari Al Qur’an dan Sunnah. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qahthani. Media Hidayah. 2004.
- Tafsir Surah Muawwadzatain. Imam Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. Akbar. 2002.
- Tumbuh di Bawah Naungan Ilahi. Syaikh Jamal Abdul Rahman. Media Hidayah. 2002.
***
Artikel www.muslimah.or.id
Menjaga Anak dari Bahaya ‘Ain
Reviewed by Abu Aslam
on
8:08 AM
Rating:
No comments