"PENDAPAT PARA IMAM MADHZAB TENTANG CADAR"
Madzhab Hanafi ; wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar
hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan
menimbulkan fitnah. * Asy Syaranbalali berkata: ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻥ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﻋﻮﺭﺓ ﺇﻻ
ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ ﺑﺎﻃﻨﻬﻤﺎ ﻭﻇﺎﻫﺮﻫﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻷﺻﺢ ، ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺨﺘﺎﺭ “Seluruh tubuh
wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak
tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan
madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah) * Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin
berkata: ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻥ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﻋﻮﺭﺓ ﺇﻻ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ ، ﻭﻗﺪﻣﻴﻬﺎ ﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ، ﻭﻛﺬﺍ
ﺻﻮﺗﻬﺎ، ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻌﻮﺭﺓ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺷﺒﻪ ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺆﺩﻱ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ، ﻭﻟﺬﺍ ﺗﻤﻨﻊ ﻣﻦ ﻛﺸﻒ
ﻭﺟﻬﻬﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻟﻠﻔﺘﻨﺔ “Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah
dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan
luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama
wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya
di hadapan para lelaki” ( Ad Durr Al Muntaqa, 81) * Al Allamah Al
Hashkafi berkata: ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻛﺎﻟﺮﺟﻞ ، ﻟﻜﻨﻬﺎ ﺗﻜﺸﻒ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻻ ﺭﺃﺳﻬﺎ ، ﻭﻟﻮ ﺳﺪﻟﺖ
ﺷﻴﺌﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺟﺎﻓﺘﻪ ﺟﺎﺯ ، ﺑﻞ ﻳﻨﺪﺏ “Aurat wanita dalam shalat itu seperti
aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak.
Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh,
bahkan dianjurkan” ( Ad Durr Al Mukhtar, 2/189) * Al Allamah Ibnu
Abidin berkata: ﺗﻤﻨﻊ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻟﺨﻮﻑ ﺃﻥ ﻳﺮﻯ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻓﺘﻘﻊ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ، ﻷﻧﻪ
ﻣﻊ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻗﺪ ﻳﻘﻊ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺑﺸﻬﻮﺓ “Terlarang bagi wanita menampakan
wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian
timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki
melihatnya dengan syahwat” ( Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189) *
Al Allamah Ibnu Najiim berkata: ﻗﺎﻝ ﻣﺸﺎﻳﺨﻨﺎ : ﺗﻤﻨﻊ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺸﺎﺑﺔ ﻣﻦ ﻛﺸﻒ
ﻭﺟﻬﻬﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻧﻨﺎ ﻟﻠﻔﺘﻨﺔ “Para ulama madzhab kami berkata
bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan
para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (
Al Bahr Ar Raaiq, 284) Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu
beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah
aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi
wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama
Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat. * Az Zarqaani
berkata: ﻭﻋﻮﺭﺓ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﻣﻊ ﺭﺟﻞ ﺃﺟﻨﺒﻲ ﻣﺴﻠﻢ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻭﺍﻟﻜﻔﻴﻦ ﻣﻦ ﺟﻤﻴﻊ ﺟﺴﺪﻫﺎ ،
ﺣﺘﻰ ﺩﻻﻟﻴﻬﺎ ﻭﻗﺼﺘﻬﺎ . ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻭﺍﻟﻜﻔﺎﻥ ﻇﺎﻫﺮﻫﻤﺎ ﻭﺑﺎﻃﻨﻬﻤﺎ ، ﻓﻠﻪ ﺭﺅﻳﺘﻬﻤﺎ
ﻣﻜﺸﻮﻓﻴﻦ ﻭﻟﻮ ﺷﺎﺑﺔ ﺑﻼ ﻋﺬﺭ ﻣﻦ ﺷﻬﺎﺩﺓ ﺃﻭ ﻃﺐ ، ﺇﻻ ﻟﺨﻮﻑ ﻓﺘﻨﺔ ﺃﻭ ﻗﺼﺪ ﻟﺬﺓ ﻓﻴﺤﺮﻡ ،
ﻛﻨﻈﺮ ﻷﻣﺮﺩ ، ﻛﻤﺎ ﻟﻠﻔﺎﻛﻬﺎﻧﻲ ﻭﺍﻟﻘﻠﺸﺎﻧﻲ “Aurat wanita di depan lelaki
muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan.
Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar
dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita
tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan
pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat
wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya
melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al
Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176) * Ibnul Arabi berkata: ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ
ﻛﻠﻬﺎ ﻋﻮﺭﺓ ، ﺑﺪﻧﻬﺎ ، ﻭﺻﻮﺗﻬﺎ ، ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻛﺸﻒ ﺫﻟﻚ ﺇﻻ ﻟﻀﺮﻭﺭﺓ ، ﺃﻭ ﻟﺤﺎﺟﺔ ،
ﻛﺎﻟﺸﻬﺎﺩﺓ ﻋﻠﻴﻬﺎ ، ﺃﻭ ﺩﺍﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﺒﺪﻧﻬﺎ ، ﺃﻭ ﺳﺆﺍﻟﻬﺎ ﻋﻤﺎ ﻳﻌﻦ ﻭﻳﻌﺮﺽ ﻋﻨﺪﻫﺎ
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya.
Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan
mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita
dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah
persoalan) ” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579) * Al Qurthubi berkata: ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ
ﺧﻮﻳﺰ ﻣﻨﺪﺍﺩ ــ ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﻛﺒﺎﺭ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ـ : ﺇﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺟﻤﻴﻠﺔ
ﻭﺧﻴﻒ ﻣﻦ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ، ﻓﻌﻠﻴﻬﺎ ﺳﺘﺮ ﺫﻟﻚ ؛ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻋﺠﻮﺯﺍ ﺃﻭ ﻣﻘﺒﺤﺔ
ﺟﺎﺯ ﺃﻥ ﺗﻜﺸﻒ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ “Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar
Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya
dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya.
Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan
wajahnya” ( Tafsir Al Qurthubi, 12/229) * Al Hathab berkata: ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻧﻪ
ﺇﻥ ﺧﺸﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻭﺍﻟﻜﻔﻴﻦ . ﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻋﺒﺪ
ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ ، ﻭﻧﻘﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺣﻤﺪ ﺯﺭﻭﻕ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ، ﻭﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﺘﻮﺿﻴﺢ
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup
wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab,
juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah
pendapat yang lebih tepat” ( Mawahib Jaliil, 499) * Al Allamah Al
Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas: ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻻﺑﻦ ﻣﺮﺯﻭﻕ ﻓﻲ
ﺍﻏﺘﻨﺎﻡ ﺍﻟﻔﺮﺻﺔ ﻗﺎﺋﻠﺎ : ﺇﻧﻪ ﻣﺸﻬﻮﺭ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ، ﻭﻧﻘﻞ ﺍﻟﺤﻄﺎﺏ ﺃﻳﻀﺎ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﻋﻦ
ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ ، ﺃﻭ ﻻ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺫﻟﻚ ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻏﺾ ﺑﺼﺮﻩ ، ﻭﻫﻮ
ﻣﻘﺘﻀﻰ ﻧﻘﻞ ﻣﻮﺍﻕ ﻋﻦ ﻋﻴﺎﺽ . ﻭﻓﺼﻞ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺯﺭﻭﻕ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻮﻏﻠﻴﺴﻴﺔ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺠﻤﻴﻠﺔ
ﻓﻴﺠﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ ، ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻓﻴﺴﺘﺤﺐ “Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu
Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat
yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al
Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki
menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib
menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh
Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka
wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani,
176) Madzhab Syafi’i Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan
lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka
mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah
pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i. * Asy Syarwani berkata: ﺇﻥ ﻟﻬﺎ ﺛﻼﺙ
ﻋﻮﺭﺍﺕ : ﻋﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ، ﻭﻫﻮ ﻣﺎ ﺗﻘﺪﻡ ـ ﺃﻱ ﻛﻞ ﺑﺪﻧﻬﺎ ﻣﺎ ﺳﻮﻯ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻭﺍﻟﻜﻔﻴﻦ .
ﻭﻋﻮﺭﺓ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﻟﻨﻈﺮ ﺍﻷﺟﺎﻧﺐ ﺇﻟﻴﻬﺎ : ﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻧﻬﺎ ﺣﺘﻰ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻭﺍﻟﻜﻔﻴﻦ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﻤﻌﺘﻤﺪ ﻭﻋﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﻠﻮﺓ ﻭﻋﻨﺪ ﺍﻟﻤﺤﺎﺭﻡ : ﻛﻌﻮﺭﺓ ﺍﻟﺮﺟﻞ «ﺍﻫـ ـ ﺃﻱ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ
ﺍﻟﺴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺮﻛﺒﺔ ـ “Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam
shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah
dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu
seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang
mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti
laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” ( Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala
Tuhfatul Muhtaaj, 2/112) * Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata: ﻏﻴﺮ ﻭﺟﻪ
ﻭﻛﻔﻴﻦ : ﻭﻫﺬﻩ ﻋﻮﺭﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ . ﻭﺃﻣﺎ ﻋﻮﺭﺗﻬﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﺎﺕ ﻣﻄﻠﻘﺎ
ﻭﻋﻨﺪ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺍﻟﻤﺤﺎﺭﻡ ، ﻓﻤﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺮﻛﺒﺔ . ﻭﺃﻣﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺍﻷﺟﺎﻧﺐ
ﻓﺠﻤﻴﻊ ﺍﻟﺒﺪﻥ “Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain
wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun
aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram
adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan
mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﻋﻮﺭﺓ ﺇﻻ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﻭﻛﻔﻴﻬﺎ ، ﻭﻫﺬﻩ ﻋﻮﺭﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ،
ﺃﻣﺎ ﺧﺎﺭﺝ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻌﻮﺭﺗﻬﺎ ﺟﻤﻴﻊ ﺑﺪﻧﻬﺎ “Seluruh badan wanita selain wajah dan
telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar
shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” ( Fathul Qaarib, 19) * Ibnu
Qaasim Al Abadi berkata: ﻓﻴﺠﺐ ﻣﺎ ﺳﺘﺮ ﻣﻦ ﺍﻷﻧﺜﻰ ﻭﻟﻮ ﺭﻗﻴﻘﺔ ﻣﺎ ﻋﺪﺍ ﺍﻟﻮﺟﻪ
ﻭﺍﻟﻜﻔﻴﻦ . ﻭﻭﺟﻮﺏ ﺳﺘﺮﻫﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﻟﻴﺲ ﻟﻜﻮﻧﻬﻤﺎ ﻋﻮﺭﺓ ، ﺑﻞ ﻟﺨﻮﻑ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﻏﺎﻟﺒﺎ
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak
tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum
keduanya cenderung menimbulkan fitnah” ( Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala
Tuhfatul Muhtaaj, 3/115) * Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul
Akhyaar, berkata: ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻲ ﺛﻮﺏ ﻓﻴﻪ ﺻﻮﺭﺓ ﻭﺗﻤﺜﻴﻞ ، ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻣﺘﻨﻘﺒﺔ
ﺇﻻ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﻣﺴﺠﺪ ﻭﻫﻨﺎﻙ ﺃﺟﺎﻧﺐ ﻻ ﻳﺤﺘﺮﺯﻭﻥ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﻈﺮ ، ﻓﺈﻥ ﺧﻴﻒ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻈﺮ
ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻣﺎ ﻳﺠﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﺣﺮﻡ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﻨﻘﺎﺏ “Makruh hukumnya shalat
dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita
memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya
sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir
dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram
hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181) Madzhab
Hambali * Imam Ahmad bin Hambal berkata: ﻛﻞ ﺷﻲﺀ ﻣﻨﻬﺎ ــ ﺃﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ
ﺍﻟﺤﺮﺓ ــ ﻋﻮﺭﺓ ﺣﺘﻰ ﺍﻟﻈﻔﺮ “Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat,
termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31) * Syaikh
Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata: «
ﻭﻛﻞ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﺍﻟﺒﺎﻟﻐﺔ ﻋﻮﺭﺓ ﺣﺘﻰ ﺫﻭﺍﺋﺒﻬﺎ ، ﺻﺮﺡ ﺑﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻋﺎﻳﺔ . ﺍﻫـ ﺇﻻ ﻭﺟﻬﻬﺎ
ﻓﻠﻴﺲ ﻋﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ . ﻭﺃﻣﺎ ﺧﺎﺭﺟﻬﺎ ﻓﻜﻠﻬﺎ ﻋﻮﺭﺓ ﺣﺘﻰ ﻭﺟﻬﻬﺎ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ
ﻭﺍﻟﺨﻨﺜﻰ ﻭﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﻣﺜﻠﻬﺎ ﻋﻮﺭﺗﻬﺎ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﺮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺮﻛﺒﺔ “Setiap bagian
tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya.
Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah,
karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat,
semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan
lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya
antara pusar hingga paha” ( Raudhul Murbi’, 140) * Ibnu Muflih berkata: «
ﻗﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ : ﻭﻻ ﺗﺒﺪﻱ ﺯﻳﻨﺘﻬﺎ ﺇﻻ ﻟﻤﻦ ﻓﻲ ﺍﻵﻳﺔ ﻭﻧﻘﻞ ﺃﺑﻮ ﻃﺎﻟﺐ :ﻇﻔﺮﻫﺎ ﻋﻮﺭﺓ ،
ﻓﺈﺫﺍ ﺧﺮﺟﺖ ﻓﻼ ﺗﺒﻴﻦ ﺷﻴﺌﺎ ، ﻭﻻ ﺧﻔﻬﺎ ، ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺼﻒ ﺍﻟﻘﺪﻡ ، ﻭﺃﺣﺐ ﺇﻟﻲ ﺃﻥ ﺗﺠﻌﻞ
ﻟﻜـﻤﻬﺎ ﺯﺭﺍ ﻋﻨﺪ ﻳﺪﻫﺎ “Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah,
janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada
orang yang disebutkan di dalam ayat ‘. Abu Thalib menukil penjelasan
dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka
keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki),
karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika
mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” ( Al Furu’,
601-602) * Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika
menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata: « ﻭﻫﻤﺎ « ﺃﻱ : ﺍﻟﻜﻔﺎﻥ . » ﻭﺍﻟﻮﺟﻪ
« ﻣﻦ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﺍﻟﺒﺎﻟﻐﺔ » ﻋﻮﺭﺓ ﺧﺎﺭﺟﻬﺎ « ﺃﻱ ﺍﻟﺼﻼﺓ » ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻛﺒﻘﻴﺔ ﺑﺪﻧﻬﺎ
» “’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar
shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (
Kasyful Qanaa’, 309) * Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺍﻟﺮﺍﺟﺢ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻭﺟﻮﺏ ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻮﺟﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺍﻷﺟﺎﻧﺐ “Pendapat
yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk
menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://
www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml ) Cadar Adalah Budaya
Islam Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga
jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan
ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris
para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan
kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah
dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu
ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang
muslim berbudaya Islam. Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga
jilbab) adalah budaya Islam : 1. Sebelum turun ayat yang memerintahkan
berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah
menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau
disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: ﻭﻗﺮﻥ ﻓﻲ
ﺑﻴﻮﺗﻜﻦ ﻭﻟﺎ ﺗﺒﺮﺟﻦ ﺗﺒﺮﺝ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ ﺍﻟﺄﻭﻟﻰ “Hendaknya kalian (wanita
muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-
tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu ” (QS. Al
Ahzab: 33) Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika
Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang,
Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk
berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang
berasal dari Islam. 2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah
yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu
mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah
Radhiallahu’anha berkata: ﻣﺎ ﻧﺰﻟﺖ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺂﻳﺔ ) ﻭﻟﻴﻀﺮﺑﻦ ﺑﺨﻤﺮﻫﻦ ﻋﻠﻰ ﺟﻴﻮﺑﻬﻦ (
ﺃﺧﺬﻥ ﺃﺯﺭﻫﻦ ﻓﺸﻘﻘﻨﻬﺎ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺤﻮﺍﺷﻲ ﻓﺎﺧﺘﻤﺮﻥ ﺑﻬﺎ “(Wanita-wanita
Muhajirin), ketika turun ayat ini: “ Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31),
mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR.
Bukhari 4759) Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang
menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada
dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut. Singkat kata, para ulama
sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian
mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada
diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi
wanita muslimah arab atau timur- tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa
memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau
ikut-ikutan budaya negeri arab. Artikel dari beberapa sumber
"PENDAPAT PARA IMAM MADHZAB TENTANG CADAR"
Reviewed by Abu Aslam
on
8:45 AM
Rating:
No comments